Constitutional Disobedience Peninjauan Kembali Lebih Dari Satu Kali Dalam Sistem Peradilan Pidana
DOI:
https://doi.org/10.54298/tarunalaw.v2i01.175Keywords:
Peninjauan Kembali, Pembangkangan Konstitusi, Sistem Peradilan PidanaAbstract
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 telah meruntuhkan tembok limitatif terhadap upaya hukum Peninjauan Kembali yang boleh dilakukan lebih dari satu kali atas pertimbangan adanya bukti (Novum) baru. Dimana sebelumnya Peninjauan Kembali secara tegas diatur dan dilimitasi oleh Pasal 268 KUHAP yang menyatakan dalam sistem peradilan pidana, Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan maksimal 1 (satu) kali. Hal ini mendapatkan reaksi dari Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana yang sama lebih dari 1 (satu) kali tidak dapat diterima. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mengedepankan keadilan, sedangkan Mahkamah Agung dalam SEMA mengedepankan kepastian hukum. Adanya pertentangan tersebut memunculkan adanya indikasi pembangkangan terhadap konstitusi (constitutional disobedience), serta memberikan ketidakpastian pada pencari keadilan. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan Critical Legal Studies, Perundang-undangan, dan Konseptual. Sehingga memberikan hasil berupa hasil bentuk constitutional disobedience dalam putusan Mahkamah Konstitusi serta arah pengaturan terkait peninjauan kembali berbasis keadilan proporsional.
References
Adila, Nadia Yurisa, Nyoman Serikat Putra Jaya, dan Sukinta. “Implementasi Upaya Hukum Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013.” Diponegoro Law Review 5, no. 2 (2016): 12.
Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Depok: Rajawali Press, 2020.
Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum. 33 ed. Jakarta: Prandya Paramita, 2009.
Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana (Integrated Criminal Justice System). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Chakim, M. Lutfi. “Litis Finiri Oportet.” Majalah Konstitusi, Jakarta, 2018.
Friedman, Lawrence M. A History of American Law. 3 ed. New York : Simon & Schuster, 2005.
Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan. 1 ed. Bandung: Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum, dan Pembangunan., 2002.
M. Nggilu, Novendri. “Menggagas Sanksi atas Tindakan Constitution Disobedience terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi.” Jurnal Konstitusi 16, no. 1 (2019): 43. https://doi.org/10.31078/jk1613.
Mahkamah Agung. Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2014 (2014).
Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2013 (2013).
Montesquieu. De L’esprit Des Lois. Paris, 1748.
Nelson, Febby Mutiara. Sistem Peradilan Pidana dan Penanggulangan Korupsi di Indonesia. Disunting oleh Yayat Sri Hayati. Depok: Rajawali Press, 2020.
Pemerintah Pusat. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung (t.t.).
———. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (1981).
———. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (t.t.).
Pusat, Pemerintah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (t.t.).
Putri, Zaskia Allika Devi Ariestyanto. “Kajian Yuridis Peninjauan Kembali Lebih dari Satu Kali Terhadap Asas Litis Finiri Oportet dalam Perkara Pidana.” Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2018.
Rahmad, Riadi Asra. Hukum Acara Pidana. 1 ed. Depok: Rajawali Press, 2019.
Reksodiputro, Mardjono. Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1997.
Rifai, Achmad. Penemuan Hukum oleh Hakim : dalam Perspektif Hukum Progresif. Disunting oleh Tarmizi. 1 ed. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Seidman, Louis Michael. “On Constitutional Disobedience.” Georgetown Public Law and Legal Theory Research Paper, no. 12 (2012).
Subiyanto, Bambang. “Hakikat Peninjauan Kembali Lebih dari Satu Kali dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.” Universitas Hasanudin, 2021.
Suhariyanto, Budi. “Aspek Hukum Peninjauan Kembali Lebih Dari Satu Kali Dalam Perkara Pidana (Perspektif Penegakan Keadilan, Kepastian Dan Kemanfaatan Hukum).” Jurnal Hukum dan Peradilan 4, no. 2 (2015): 335. https://doi.org/10.25216/jhp.4.2.2015.335-350.
Sumodiningrat, Aprilian. “Constitutional Disobedience Putusan Mahkamah Konstitusi : Kajian Terhadap Perppu Cipta Kerja.” Constitution Journal Vol. 2 No., no. 2 (2023): 80. https://doi.org/10.35719/constitution.v2i1.50.
Warassih, Esmi. Pranata Hukumm: Sebuah Telaah Sosiologis. 1 ed. Semarang: Universitas Diponegoro Press, 2011.
Yulistyowati, Efi, Endah Pujiastuti, dan Tri Mulyani. “Penerapan Konsep Trias Politica Dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia : Studi Komparatif Atas Undang–Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen.” Jurnal Dinamika Sosial Budaya 18, no. 2 (2017): 328. https://doi.org/10.26623/jdsb.v18i2.580.
Zulfan, Zulfan. “Analisis Pengaturan dan Praktik Pemisahan Kekuasaan Sistem Pemerintahan Presidensial Berdasarkan Konstitusi.” Jurnal Media Hukum 25, no. 1 (2018): 60–67. https://doi.org/10.18196/jmh.2018.0102.60-67.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Rafi Pravidjayanto
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).